Cari Blog Ini

Jumat, Agustus 24, 2012

BELAJAR TUNTAS



BELAJAR TUNTAS


Belajar tuntas (mastery learning) adalah filosofi pembelajaran yang berdasar pada anggapan bahwa semua siswa dapat belajar bila diberi waktu yang cukup dan kesempatan belajar yang memadai. Selain itu, dipercayai bahwa siswa dapat mencapai penguasaan akan suatu materi bila standar kurikulum dirumuskan dan dinyatakan dengan jelas, penilaian mengukur dengan tepat kemajuan siswa dalam suatu materi, dan pembelajaran berlangsung sesuai dengan kurikulum. Dalam metoda belajar tuntas, siswa tidak berpindah ke tujuan belajar selanjutnya bila ia belum menunjukkan kecakapan dalam materi sebelumnya.

Belajar tuntas berdasar pada beberapa premis, diantaranya:
  • 1. Semua individu dapat belajar
  • 2. Orang belajar dengan cara dan kecepatan yang berbeda
  • 3. Dalam kondisi belajar yang memadai, dampak dari perbedaan individu hampir tidak ada
  • 4. Kesalahan belajar yang tidak dikoreksi menjadi sumber utama kesulitan belajar.
Kurikulum belajar tuntas biasanya terdiri dari beberapa topik berbeda yang mulai dipelajari oleh para siswa secara bersamaan. Siswa yang tidak menyelesaikan suatu topik dengan memuaskan diberi pembelajaran tambahan sampai mereka berhasil. Siswa yang menguasai topik tersebut lebih cepat akan dilibatkan dalam kegiatan pengayaan sampai semua siswa dalam kelas tersebut bisa melanjutkan ke topik lainnya secara bersama-sama. Dalam lingkungan belajar tuntas, guru melakukan berbagai teknik pembelajaran, dengan pemberian umpan balik yang banyak dan spesifik menggunakan tes diagnostik, tes formatif, dan pengoreksian kesalahan selama belajar. Tes yang digunakan di dalam metoda ini adalah tes berdasarkan acuan kriteria dan bukan atas acuan norma.
Belajar tuntas tidak berhubungan dengan isi topik, melainkan hanya dengan proses penguasaannya. Metoda ini berdasar pada model yang dibuat oleh Benjamin S. Bloom, dengan penyempurnaan oleh James H. Block. Belajar tuntas dapat dilakukan melalui pembelajaran kelas oleh guru, tutorial satu per satu, atau belajar mandiri dengan menggunakan materi terprogram. Dapat dilakukan menggunakan pembelajaran guru secara langsung, kerjasama dengan teman sekelas, atau belajar sendiri. Di dalamnya diperlukan tujuan pembelajaran yang terumuskan dengan baik dan disusun menjadi unit-unit kecil secara berurutan.
Dua permasalahan yang sering muncul dalam pelaksanaan belajar tuntas:
  • Pertama, pengelompokan dan pengaturan jadwal bisa memunculkan kesukaran. Guru sering merasa lebih mudah meminta siswa untuk belajar dalam kecepatan tetap dan menyelesaikan tugas dalam waktu tertentu dibandingkan bila ada variasi yang besar dalam kegiatan di suatu kelas.
  • Kedua, karena siswa yang lambat memerlukan waktu yang lebih banyak dalam standar minimum, siswa yang cepat akan terpaksa menunggu untuk maju ke tingkat yang lebih tinggi.
Permasalahan-permasalahan tersebut bukannya tidak bisa diatasi karena bisa diatur pemberian perhatian yang bersifat perorangan, menetapkan standar yang tinggi tapi bisa dicapai, dan menyediakan materi tambahan bagi siswa yang belajar dengan cepat.

Prinsip belajar tuntas untuk pencapaian kompetensi sangat efektif untuk meningkatkan kinerja akademik
                                                                                                   (John B. Carrol James Block and Benjamin Bloom)

Jika peserta didik dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk beberapa mata pelajaran dan
diajarkan sesuai dengan karakteristik mereka, maka sebagian besar dari mereka akan mencapai ketuntasan”.
                                                                                                                          (John B. Carrol, A Model of School Learning)

Guru harus mempertimbangkan antara waktu yang diperlukan (berdasarkan karakteristik peserta didik) dan
waktu yang tersedia (di bawah kontrol guru)
                                                                                                                                                                      (John B. Carrol)

Peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal mereka terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan metode dan materi yang berurutan, mulai dari tingkat kompetensi awal mereka.

Perhatian harus difokuskan pada pengajaran unit-unit terkecil, dan tes menggunakan acuan kriteria guna menentukan apakah peserta didik telah memiliki keterampilan yang dipersyaratkan pada setiap tingkatan keberhasilan belajarnya.
 Tidak ada ukuran penentu 80%, yang penting bukan nilai pasti skor kelulusan, melainkan level minimal yang harus dimiliki dan diperlukan oleh peserta didik.
Oleh Nitko, (1996 – P. 291), untuk beralih pada modul atau topik yang baru, peserta didik harus mencapai skor 80-90%  dan Dalam aplikasinya seorang guru dapat menentukan skor/batas lulus untuk setiap target belajar. Biasanya patokan yang digunakan 80 % atau yang mendekati

NILAI KETUNTASAN
Nilai Ketuntasan Ideal adalah  100 (seratus). Guru dan sekolah dapat menetapkan nilai Ketuntasan Minimum secara bertahap dan terencana agar memperoleh nilai ideal. Nilai ketuntasan minimum per-mata pelajaran ditetapkan berdasarkan tingkat kesulitan dan kedalaman kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik (setiap mata pelajaran dapat berbeda batas min. nilai ketuntasannya). Akan tetapi, idealnya penentuan ketuntasan diberikan untuk setiap indikator. Apabila peserta didik belum tuntas, peserta didik harus mengikuti program remedial.

Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam KTSP dimaksudkanadalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswamenguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensidasar matapelajaran tertentu.
Dalam model yang paling sederhana, Carroll mengemukakan bahwajika setiap siswa diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untukmencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yangdiperlukan, maka besar kemungkinan siswa akan mencapai tingkatpenguasaan kompetensi. Tetapi jika siswa tidak diberi cukup waktu atau diatidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkatpenguasaan kompetensi siswa tersebut oleh Block (1971) dapat dinyatakansebagai berikut :

DEGREE OF LEARNING = f (time actually spent/time needed)

Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk belajar dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.
Dalam pembelajaran konvensional, di mana bakat(aptitude) siswatersebar secara normal, dan kepada mereka diberikan pembelajaran yangsama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar,maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Dalam halini dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaanadalah tinggi.  Sebaliknya apabila siswa-siswa sehubungan dengan bakatnyatersebar secara normal, dan kepada mereka diberi kesempatan belajar yangsama untuk setiap siswa, tetapi diberikan perlakuan yang berbeda dalamkualitas pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa siswa yangdapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal inihubungan antara bakat dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.
Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dariproses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas tidak lain adalahuntuk mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar denganmemberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, sertaperhatian khusus bagi siswa-siswa yang lambat agar menguasai standarkompetensi atau kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, maka dapatdikemukakan prinsip-prinsip utama pembelalaran tuntas adalah :
1.  Kompetensi yang harus dicapai siswa dirumuskan dengan urutan yang hierarkhis,
2.  Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus diberikan feedback,
3.  Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan di mana diperlukan,
4.  Pemberian program pengayaan bagi siswa yang mencapai ketuntasan belajar lebih awal. (Gentile & Lalley: 2003)

Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran tuntas yang dimaksudkan dalam pelaksanaan KBK adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan siswa dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatanindividual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompoksiswa (kelas), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaanperorangan siswa sedemikiah rupa,sehingga dengan penerapanpembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masingsiswa secara optimal. Dasar pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatanindividual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing siswa.
Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaanindividu, maka pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yangberasaskan maju berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu pendekatansistem, yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam teknologipembelajaran, harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satucaranya adalah, standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakansecara jelas, dan pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units), di mana siswa belajar selangkah demi selangkah dan baru boleh beranjak mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah menguasaisuatu/sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu.Dalam pola ini ditentukan bahwa seorang siswa yang mempelajari unit satuanpembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaranberikutnya jika siswa yang bersangkutan misalnya telah menguasai sekurang-kurangnya 80 % dari kompetensi dasar yangditetapkan.
Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikansebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan,sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurangmemperhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas). Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwaperbedaan antara pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensionaladalah bahwa pembelajaran tuntas dilakukan melalui azas-azas ketuntasanbelajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya tidak/kurangmemperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan siswa secaraindividual. 
PENUTUP
Secara alami manusia memang diciptakan dalam keberagaman(variabilitas). Masing-masing siswa memiliki keterbatasan-keterbatasansehubungan dengan kemampuan yang dimiliki, termasuk kemampuan akademikmaupun minatnya. Guru hendaknya memahami bahwa perbedaan dalamkemampuan tersebut memerlukan bentuk-bentuk perlakuan yanag berbedadalam belajar, di samping perlakuan-perlakuan yang kolektif sifatnya. Jika gurumenginginkan pembelajarannya berhasil membawa siswa-siswanya menujuketuntasan pencapaian kompetensi secara optimal, maka kiranya upaya-upayamemfasilitasi siswa dengan aneka ragam cara baik remedi, pengayaan maupunpercepatan mutlak harus dilakukan.
Memang berat rasanya tugas guru untuk dapat melaksanakanpembelajaran tuntas ini dengan sempurna. Namun dengan menyadari bahwatugas seorang guru adalah tugas nan mulia, Insya Allah semua dapatdilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Awal dari sebuah pembaharuan memangterasa sulit, namun harus dimulai. Dan pada saatnya jika tugas yang dirasa beratitu sudah biasa dilakukan, tentu akan terasa ringan.


Tes Bakat & Prestasi Belajar

Dalam bidang pendidikan, prestasi belajar (akademik) merupakan hasil dari berbagai faktor, antara lain kemampuan belajar (general learning) dan bakat yang dimiliki. Kegagalan dalam prestasi akademik bisa disebabkan oleh kemampuan belajarnya yang tidak mendukung atau bakatnya yang kurang menunjang. Kegagalan juga bisa disebabkan oleh kurangnya fasilitas belajar yang dibutuhkan siswa untuk mengaktualisasikan kemampuannya dan bakat khusus yang sebenarnya dimilikinya.
Konsep ’bakat’ muncul dari ketidakpuasan terhadap tes inteligensi yang menghasilkan skor tunggal yaitu IQ (Intelligence Quotient). Semula IQ inilah yang digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan di berbagai bidang. Namun IQ tidak dapat memberikan banyak informasi jika ada dua orang yang mempunyai skor IQ yang sama tetapi menghasilkan prestasi yang berbeda. Namun tes bakat mampu menjelaskannya. Hal itu bisa saja terjadi karena orang yang satu mempunyai skor yang tinggi pada tugas-tugas yang menuntut kemampuan verbal, sedangkan orang lainnya mempunyai skor rendah pada tugas-tugas verbal tetapi mempunyai skor yang tinggi pada tugas-tugas yang menuntut kemampuan berhitung, atau yang lainnya. Definisi bakat tidak jauh berbeda dengan inteligensi yaitu rangkaian karakteristik yang dipandang sebagai gejala kemampuan seseorang untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan dimatangkan melalui latihan-latihan. Dengan demikian bakat yang dibawa sejak lahir hanya akan berkembang jika lingkungan memberi kesempatan dengan latihan-latihan.
Tes bakat dilakukan untuk mengetahui sejauhmana kesanggupan siswa dalam proses belajar pada jenjang berikutnya dan kecenderungan bakat dalam bidang-bidang tertentu. Tes ini berupa battery (serangkaian) tes yang telah distandardisasikan sehingga dapat mengukur bakat seseorang, yaitu mengetahui aspek-aspek kemampuan, kekuatan dan kelemahannya antara aspek yang satu dibandingkan aspek lainnya. Beberapa aspek yang diungkap antara lain kemampuan verbal, kemampuan penalaran abstrak, kemampuan numerik, kemampuan berfikir (menalar) secara mekanik, kemampuan bekerja secara cepat & teliti, kemampuan spasial (membayangkan ruang) dan kemampuan menggunakan bahasa.  Semakin tinggi hasil tes bakat seseorang, makin tinggi pula kemungkinan yang ia miliki untuk dapat mengikuti materi belajar pada jenjang yang lebih tinggi, dan mencapai prestasi belajar yang baik. Namun ada kalanya  seseorang memiliki skor tes bakat tinggi tetapi prestasinya rendah (underachievement), artinya seseorang tidak dapat mencapai prestasi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Hal tersebut banyak dijumpai pada siswa yang mempunyai motivasi rendah atau lemah dalam mencapai sesuatu yang diinginkannya. Sebaliknya, dapat terjadi prestasi lebih (overachievement) meskipun hasil tes bakatnya rendah, artinya seseorang dengan kemampuan terbatas dapat mencapai prestasi yang cukup baik. Hal ini karena usahanya yang sungguh-sungguh dalam mencapai sesuatu yang diinginkannya, disamping pengaruh faktor-faktor lainnya.
Pada dasarnya prestasi belajar seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor potensi dasar saja, tetapi juga oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor tersebut adalah 1) faktor pribadi, yaitu faktor yang muncul dari dalam diri orang itu sendiri, antara lain motivasi, kebiasaan belajar, cara-cara belajar, masalah kesehatan, faktor-faktor kejiwaan lainnya yang dapat menyebabkan tidak bisa berkembangnya secara wajar potensi seseorang, 2) faktor lingkungan, yaitu faktor yang muncul dari luar diri seseorang, antara lain yang terjadi di a) lingkungan keluarga yaitu keharmonisan hubungan antara orang tua & anak, harapan yang berlebihan dari orangtua pada anak yang akan mempengaruhi konsentrasi belajar & prestasinya; b) lingkungan sosial atau masyarakat, yaitu pola hidup yang semakin modern dan perubahan-perubahan kehidupan yang semakin cepat, yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan kejiwaan seseorang, dan hal tersebut dapat merupakan batu sandungan dalam proses belajar mengajar; c) lingkungan sekolah, meliputi sarana pendidikan dan fasilitas-fasilitasnya, cara mengajar, hubungan yang terjadi antar siswa, antara siswa dan pengajar, hubungan antar pengajar & lainnya yang akan mempengaruhi motivasi belajar dan secara tidak langsung mempengaruhi pula proses belajar di sekolah. Dengan memahami hal-hal di atas yang mungkin berpengaruh dalam proses pencapaian prestasi belajar, maka akan lebih mudah memahami apabila ada siswa yang mengalami kegagalan atau kesulitan dalam berprestasi. Dengan demikian akan lebih mudah untuk mencari solusinya. (Wien SR).

TES PRESTASI

Dalam bidang psikologi tes dikategorikan kedalam tes non kognitif & tes kognitif.

Tes non kognitif, disebut juga tes performansi tipikal, adalah seperangkat tes yang apabila tes tersebut dikenakan kepada testee (orang yang dikenai tes)maka testee akan memberikan respon yang sesuai dengan tipikal kepribadiannya. Setiap jawaban yang diberikan oleh testee pada tes non kognitif tidak pernah dinilai benar atau salah, setiap jawaban yang sesuai dengan perasaan testee itu dianggap jawaban yang paling baik. Termasuk dalam kategori tes Non Kognitif adalah 1. Tes-tes kepribadian seperti: tes 16 PF, tes EPPS, tes CAQ, tes MMPI, tes NSQ, tes TAT, tes CAT, tes Rho. 2. Tes Minat seperti: RMIB, Kuder. 3. Tes sikap seperti: Tes Kraepelin.

Tes kognitif atau disebut tes performansi maksimal, adalah seperangkat tes yang apabila dikenakan pada testee, maka testee akan merespon dengan kemampuan maksimal yang dimilikinya untuk merespon tes tersebut. Jawaban testee pada tes ini akan dinilai benar dan salah, dan dalam pengerjaannya selalu dibatasi oleh waktu, berbeda dengan tes Non kognitif yang tidak pernah ada batasan waktu. Termasuk dalam kategori tes kognitif ini adalah: 1. Tes IQ yang mengukur kemampuan umum atau faktor G (kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang), contoh tes yang masuk dalam kategori tes IQ adalah: tes CFIT, tes WAIS, tes WISC, tes BINET, tes IST,tes CPM, tes TINTUM, tes TIKI, 2. Tes Bakat atau tes yang mengukur kemampuan spesifik, atau bakat, atau faktor s, contoh tes yang masuk dalam kategori ini adalah: tes DAT, FACT, 3. Tes prestasi.

Tes prestasi belajar atau biasa dikenal dengan achievement test, merupakan bagian dari tes kognitif. Perbedaan yang paling esensial antara tes kognitif yang lain denga tes prestasi adalah terletak pada materi tes. Pada tes prestasi, testee yang hendak dikenai sebuah pengetesan telah memiliki gambaran tentang soal-soal yang akan diberikan dan bagaimana dia akan memberikan jawaban, sementara pada tes IQ dan tes bakat tidak demikian.

Mengenai prosedur perakitan soal tes, tidak terdapat perbedaan yang cukup berarti, jika terlebih dahulu dilakukan uji psikometri pada soal-soal tes prestasi sebelum digunakan. Uji psikometri bertujuan untuk menganalisis taraf kesukaran soal (apakah soal terlalu sulit, terlalu mudah atau cukup) dan daya pembeda soal (apakah soal dapat membedakan antara siswa dengan kemampuan rendah dengan siswa yang berkemampuan tinggi).

Prosedur konstruksi tes prestasi adalah sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi tujuan dan kawasan ukur.
2. Menentukan batas perilaku dan kompetensi.
3. Menentukan kompnen isi atau indikator.
4. Membuat blue print
5. Menulis aitem.
6. Mentelaah aitem apakah sudah sesuai dengan tujuan & kawasan ukur atau belum.
7. Uji coba
8. Analisis item.
9. Perakitan tes & penyususnan instruksi (diambil dari item yang falid).
10. Melakukan uji reliabilitas.
11. Bentuk final (tes siap pakai).


PENGERTIAN SIKAP DAN PERILAKU

Ada beberapa pengertian tentang sikap (attitude) dan perilaku (behavior) menurut beberapa sumber diantaranya :

Carl Jung (www. wikipedia.org) seorang ahli yang membahas tentang sikap. Ia mendefinisikan tentang sikap sebagai "kesiapan dari psike untuk bertindak atau bereaksi dengan cara tertentu". Sikap sering muncul dalam bentuk pasangan, satu disadari sedang yang lainnya tidak disadari.

Webster's Ninth New Collegiate Dictionary
Attitude :
1. The arrangement of the parts of a body or figure: POSTURE (Susunan bagian-bagian
tubuh atau gambar: POSTUR)
2. a. A Mental position with regard to a fact or state (Posisi mental yang
berkaitan dengan fakta atau keadaan)
b. A Feeling or emotion toward a fact or state ( Perasaan atau emosi terhadap
sebuah fakta atau keadaan)
3. A Position assumed for a specific purpose. (Posisi diasumsikan untuk tujuan
tertentu )
4. A ballet position similar to the arabesque in which the raised leg is bent at the
knee (Posisi balet mirip dengan endy (arab, fantatis) di mana kaki yang terangkat
adalah menekuk lutut)
5. The position of an aircraft or spacecraft determined by the relationship between
its axes and a reference datum (as the horizon or a particular star) (Posisi
pesawat terbang atau pesawat ruang angkasa ditentukan oleh hubungan antara sumbu
dan dukungan fakta (sebagai cakrawala atau bintang tertentu))
6. An organismic state of readiness to respond in a characteristic way to a stimulus
(as an object, concept, or situation) (Kesiapan sebuah keadaan rauntuk merespons
dengan cara yang khas untuk suatu rangsangan (sebagai objek, konsep, atau
situasi))
Behavior :
1. The manner of conducting oneself (Dengan cara melakukan diri)
2. a. Anything that an organism does involving action and response to stimulation
(Apapun yang melibatkan suatu organisme melakukan tindakan dan respon
terhadap rangsangan)
b. The response of an individual, group, or species to its environment (Tanggapan
dari seorang individu, kelompok, atau spesies dengan lingkungannya)
3. The way in which something (as a machine) behaves (Cara di mana sesuatu (sebagai
mesin) berperilaku)

Sumber di www. wikipedia.org menjelaskan sikap adalah perasaan seseorang tentang obyek, aktivitas, peristiwa dan orang lain. Perasaan ini menjadi konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral) seseorang pada sesuatu.
Seseorang pun dapat menjadi ambivalen terhadap suatu target, yang berarti ia terus mengalami bias positif dan negatif terhadap sikap tertentu.
Sikap muncul dari berbagai bentuk penilaian. Sikap dikembangkan dalam tiga model, yaitu afeksi, kecenderungan perilaku, dan kognisi. Respon afektif adalah respon fisiologis yang mengekspresikan kesukaan individu pada sesuatu. Kecenderungan perilaku adalah indikasi verbal dari maksud seorang individu. Respon kognitif adalah pengevaluasian secara kognitif terhadap suatu objek sikap. Kebanyakan sikap individu adalah hasil belajar sosial dari lingkungannya.

Bisa terdapat kaitan antara sikap dan perilaku seseorang walaupun tergantung pada faktor lain, yang kadang bersifat irasional. Sebagai contoh, seseorang yang menganggap penting transfusi darah belum tentu mendonorkan darahnya. Hal ini masuk akal bila orang tersebut takut melihat darah, yang akan menjelaskan irasionalitas tadi.
Sikap dapat mengalami perubahan sebagai akibat dari pengalaman. Tesser (1993) berargumen bahwa faktor bawaan dapat mempengaruhi sikap tapi secara tidak langsung. Sebagai contoh, bila seseorang terlahir dengan kecenderungan menjadi ekstrovert, maka sikapnya terhadap suatu jenis musik akan terpengaruhi. Sikap seseorang juga dapat berubah akibat bujukan. Hal ini bisa terlihat saat iklan atau kampanye mempengaruhi seseorang.

Lou Holtz berpendapat Ability is what you're capable of doing. Motivation determines what you do. Attitude determines how well you do it." (Kemampuan adalah apa yang Anda mampu lakukan. Motivasi menentukan apa yang Anda lakukan. Sikap menentukan seberapa baik Anda melakukannya.)

Funmi Wale-Adegbite berpendapat “Success is 80% attitude and 20% aptitude." (Sukses adalah 80% sikap dan 20% bakat)

Harry F. Banks pendapat "For success, attitude is equally as important as ability." (Untuk sukses, sikap adalah sama sama pentingnya dengan kemampuan)

Lupa berpendapat “ Attitude determines your Latitude “Sikap menentukan kebebasan Anda

Diktat pada mata kuliah Psikologi Umum Jurusan Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak tampak, dari yang paling dirasakan sampai yang paling tidak dirasakan

William Wiguna : www.careplusindonesia.com berpendapat bahwa attitude is everything (Sikap adalah Segalanya), attitude is a little thing, but can make big differences. (Sikap adalah suatu hal kecil, tetapi dapat menciptakan perbedaan yang besar). Sikap berperan sangat penting terhadap kesuksesan atau kebahagiaan seseorang. Sejumlah ilmuwan dari universitas terkemuka di dunia mengungkapkan bahwa manusia dapat menggali potensinya secara lebih mendalam dan luas dengan sikap yang positif. Berdasarkan hasil penelitian terhadap ribuan orang-orang yang sukses dan terpelajar, berhasil disimpulkan bahwa 85% kesuksesan dari tiap-tiap individu dipengaruhi oleh sikap. Sedangkan kemampuan atau technical expertise hanya berperan pada 15% sisanya.


Sri Utami Rahayuningsih (2008) Psikologi Umum 2 – Bab 1: Sikap (Attitude) adalah
1. Berorientasi kepada respon : : sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu
perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung
(Unfavourable) pada suatu objek
2. Berorientasi kepada kesiapan respon : sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu
stimulus yang menghendaki adanya respon. : suatu pola perilaku, tendenasi atau
kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah
terkondisikan.
3. Berorientasi kepada skema triadic : sikap merupakan konstelasi komponen-komponen
kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami,
merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.

Sumber: Kamus Inggris Indonesia (John M. Echols dan Hassan Shadily,Jakarta: Gramedia, 1996)
Attitude :
1. sikap
2. pendirian
3. letak
Behavior :
1. kelakuan
2. tindak-tanduk
3. jalan

Sumber: Kamus Umum Bahasa Indonesia (Prof.Dr. J.S. Badudu – Prof. Sutan Mohammad Zain, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994) :
Sikap :
1. tokoh, bentuk tubuh
2. cara berdiri atau duduk
3. pendirian
Tindak –tanduk : bermacam-macam perbuatan
Kamus Komputer dan Teknologi Informasi (www.total.or.id) , tingkah laku arti istilah Behavior dianggap berkaitan erat dengan pengertian berikut Sifat, kelakuan, tindak tanduk

Crider AB, Goethals GR, Kavanaugh RD, Solomon PR: Psychology. Scott, Foresman and Co., Glenview, 1983, dari ilmu Psikologi dapat didefinisikan sebagai studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental. Perilaku adalah aktivitas yang dapat diobservasi, direkam, dan diukur; termasuk perubahan jasmaniah (fisiologik). Proses mental termasuk pikiran, memori, emosi, motivasi, mimpi, persepsi, dan kepercayaan (beliefs).

www. wikipedia.org, Tingkah Laku dapat dijelaskan dengan cara yang berbeda-beda, dalam psikologi sedikitnya ada 5 cara pendekatan, yaitu

1. Pendekatan neurobiologis
Tingkah laku manusia pada dasarnya dikendalikan oleh aktivitas otak dan sistem syaraf. Pendekatan neurobiologis berupaya mengaitkan perilaku yang terlihat dengan impuls listrik dan kimia yang terjadi didalam tubuh serta menentukan proses neurobiologi yang mendasari perilaku dan proses mental.

2. Pendekatan perilaku
Menurut pendekatan perilaku, pada dasarnya tingkah laku adalah respon atas stimulus yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S - R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh J.B. Watson kemudian dikembangkan oleh banyak ahli, seperti B.F.Skinner, dan melahirkan banyak sub-aliran.

3. Pendekatan kognitif
Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang datang.

4. Pendekatan psikoanalisa
Pendekatan psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.

5. Pendekatan fenomenologi
Pendekatan fenomenologi ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar