Cari Blog Ini

Jumat, Agustus 24, 2012

Etika, Moral dan Akhlak


PENDAHULUAN

 Sesungguhnya Islam itu adalah agama samawi terakhir, ia berfungsi sebagai rahmat dan nikmat bagi manusia seluruhnya. Maka Allah SWT mewahyukan agama ini dalam nilai kesempurnaan yang meliputi segi-segi fundamental tentang duniawai dan ukhrawi, guna menghantarkan manusia kepada kebahagiaan lahir dan batin serta dunia dan akhirat. Ajaran-ajaran Islam perlu diterapkan dalam segala bidang kehidupan manusia, menjadikan Islam sebagai nikmat dan kebanggaan manusia.
Beriman kepada Allah SWT merupakan hubungan yang paling mulia antara manusia dengan Zat Yang Maha Menciptakannya. Sebabnya karena manusia semulia-mulia makhluk Tuhan yang menetap di atas permukaan bumi, sedang semulia-mulia yang ada di dalam tubuh manusia itu ialah hatinya dan semulia-mulia  sifat yang ada di hati itu adalah keimanan. Keimanan termasuk salah satu karunia Allah yang paling mulia dan paling tinggi nilainya. Sebab dengan adanya iman seseorang memiliki pegangan dan acuan dalam mengarahkan tingkah laku sehari-hari.
Nafsu adalah salah satu unsur rohani manusia yang sangat besar pengaruhnya dan sangat banyak mengeluarkan instruksi-instruksi kepada anggota jasmaniah untuk berbuat atau bertindak. Ia dapat bermanfaat, tetapi sebaliknya, juga dapat berbahaya bagi manusia dan ini banyak tergantung kepada bagaimana sikap manusia itu sendiri menghadapi gejolak nafsunya. Sebagi orang dalam menghadapi nafsu ini, ingin membunuh nafsunya dengan tidak kenal ampun, seperti yang dilakukan para pertapa dan para rahib (pendeta) yang semata-mata hidup untuk rohaniah tanpa memperhatikan kepentingan jasmaniah dan hubungan sosial. Sebagian orang lagi ada yang mengambil sikap mengusung dan memanjakan nafsunya dengan mengikuti dan tunduk patuh terhadap apa pun yang dikehendaki oleh nafsu.


ETIKA, MORAL, DAN AKHLAK
A.     Pengertian Etika, Moral, dan Akhlak.
Etika (Ethos) adalah kata Yunani; yang berarti adat, watak atau kesusilaan.[1]
“Etika” yang berarti adat kebiasaan sama dengan akhlak dalam arti bahasa. Artinya etika adalah sebuah pranata perilaku seseorang atau sekelompok orang, yang tersusun daripada suatu sistem nilai atau norma yang diambil daripada gejala-gejala alamiah masyarakat kelompok tersebut.[2]
Moral (Mos) yang jama’nya Mores adalah kata Latin; yang berarti adat atau cara hidup.[3]
Meskipun kedua istilah tersebut mempunyai kesamaan pengertian dalam percakapan sehari-hari, namun dari sisi lain mempunyai unsur perbedaan, misalnya:
1.         Istilah etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada. Karena itu, etika merupakan suatu ilmu;
2.         Istilah moral digunakan untuk memberikan kriteria perbuatan yang sedang dinilai. Karena itu, moral bukan suatu ilmu, tetapi merupakan suatu perbuatan manusia.
Kata Akhlaq berasal dari bahasa Arab yang sudah di-Indonesiakan; yang juga diartikan dengan perangai atau kesopanan.[4] Ahli bahasa Arab sering menyamakan Akhlak dengan istilah  ﺍﻟﺳﺨﻴﺔ , ﺍﻟﻂﺒﻊ , ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ , ﺍﻟﺪﻳﻦ , dan ﺍﻟﻤﺮﻭﻋﺔ  yang kesemuanya diartikannya dengan akhlak , watak, kesopanan, perangai, kebiasaan dan sebagainya.[5] Imam Al-Ghazaaly mengatakan: “Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yan dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan; tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama , dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.”
Dari definisi di atas akhlak adalah perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya. Maka gerakan refleks, denyut jantung, dan kedipan mata tidak dapat disebut akhlak , karena gerakan tersebut tidak diperintahkan oleh unsur kejiwaan.
Dorongan jiwa yang melahirkan perbuatan manusia, pada dasarnya bersumber dari kekuatan batin yang dimiliki oleh setiap manusia; yaitu:
1.      Tabiat (pembawaan); yaitu suatu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan manusia, tetapi disebabkan oleh naluri (gharizah) dan faktor warisan sifat-sifat dari orang tuanya.
2.      Akal-pikiran; yaitu dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan manusia setelah melihat sesuatu, mendengarkannya, merasakannya serta merabanya. Alat kejiwaan ini hanya dapat menilai sesuatu yang lahir (nyata).
3.      Hati Nurani; yaitu dorongan jiwa yang hanya terpengaruh oleh faktor intuitif. Alat kejiwaan ini hanya dapat menilai hal-hal yang sifatnya abstrak (yang batin).

Akhlak secara bahasa berasal dari kata khalaqa yang kata asalnya khuluqun yang berarti: perangai, tabiat, adat atau khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu berarti perangai, tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat.[6] Akhlak karenanya secara kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung kepada tata nilai yang disepakati sebagai landasannya. Meskipun secara sosiologis di Indonesia, kata akhlak sudah mengandung konotasi baik, jadi “orang yang berakhlak” berarti orang yang berakhlak baik”.

B.      Hubungan Tasawuf dengan Akhlak.
Imam Al-Ghazaly mengemukakan pendapat Abu Bakar Al-Kattany yang mengatakan:
“Tasawuf adalah budi pekerti; barang siapa yang memberikan bekal budi-pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal atas dirimu dalam tasawuf. Maka hamba yang jiwanya menerima (perintah) untuk beramal, karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan nur (petunjuk) Islam. Dan ahli Zuhud yang jiwanya menerima (perintah) untuk melakukan berbagai akhlak (terpuji), karena mereka telah melakukan suluk dengan nur (petunjuk) imannya.”[7]

Mahmud Amin An-Nawawy mengemukakan pendapat Al-Junaid Al-Baghdady yang mengatakan:
“Tasawuf adalah memelihara (menggunakan) waktu. (Lalu) ia berkata: seorang hamba tidak akan menekuni (amalan Tasawuf) tanpa aturan (tertentu), (menganggap) tidak tepat (ibadahnya) tanpa tertuju kepada Tuhan-nya dan merasa tidak berhubungan (dengan Tuhan-nya) tanpa menggunakan waktu (untuk beribadah kepada-Nya).”

As-Suhrawardy mengemukakan pendapat Ma’ruf Al-Karakhy yang mengatakan: “Tasawuf adalah mencari hakikat dan meninggalkan sesuatu yang ada di tangan makhluk (kesenangan duniawi).”
Ajaran tasawuf dalam Islam memang tidak sama kedudukan hukumnya dengan rukun-rukun Iman dan rukun-rukun Islam yang sifatnya wajib, tetapi ajaran tasawuf sering menamakan ajarannya dengan istilah “Fadhaailul A’maal” (amalan-amalan yang hukumnya lebih afdhal), tentunya maksudnya amalan sunat yang utama.
Prinsip-prinsip tasawuf ada lima macam; yaitu taqwa kepada Allah, mengikuti sunnah, menahan diri, rela dan bertaubat.[8] Selanjutnya bertaqwa kepada Allah (Taqwallah) yang dilakukan secara nyata maupun secara rahasia, membentuk dirinya bersikap wara dan istiqamah. Mengikuti sunnah (Ittbaa’us Sunnah) dalam perkataan maupun perbuatan, membentuk dirinya berhati-hati dan berakhlak mulia. Menahan diri (Al-I’raadh) dari hal-hal yang bersifat sementara (yang fana), membentuk dirinya selalu sabar dan tawakal. Bersikap rela (Ar-Ridha) dari pemberian Allah yang kadang-kadang relatif sedikit atau banyak, membentuk dirinya bersikap qana’ah dan lapang dada. Bertaubat (At-Taubah atau Ar-Rujuu’) kepada Allah, yang dilakukannya dengan cara yang terang-terangan maupun dengan cara yang bersifat rahasia; baik dilakukan dalam keadaan senang hati, maupun dalam keadaan kesusahan, sehingga membentuk kepribadian yang suka bersyukur ketika mendapatkan kesenangan dan bersabar ketika mendapatkan kesusahan.
Sehubungan lingkup kegiatan para sufi untuk mencapai suatu keridhaan dari Allah SWT. Ide-ide itu mengharapkan agar kegiatan Tasawuf tidak hanya diarahkan kepada ibadah vertikal, tetapi hendaknya juga diarahkan kepada ibadah horizontal, sehingga nantinya Ulama Tasawuf harus ikut juga memikirkan kebutuhan-kebutuhan sosial yang mendesak. Maka konsekuensinya , istilah-istilah yang sering digunakan oleh sufi, harus didefinisikan kembali; misalnya istilah zuhud yang selama ini didefinisikan sebagai sikap yang meninggalkan kesenangan duniawi yang dapat menyebabkan seseorang lupa kepada Tuhannya. Karena itu, kekayaan yang dapat dijadikan sarana kemudahan untuk beribadah dan untuk membangun masyarakat, dapat disebut zuhud. Jadi, yang dihindari sebagai sikap zuhud bukan kekayaannya, tetapi sebenarnya efek negatifnya; termasuk sikap sombong, takabur dan lalai yang diakibatkannya.
Ajaran Islam itu sendiri memberikan petunjuk untuk menyeimbangkan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat, sebagimana keterangan Al-Qur’an yang berbunyi:
ﻭﺍﺑﺘﻎﻓﻴﻤﺎﺍﺗﻚﺍﻟﻠﻪﺍﻟﺪﺍﺭﺍﻻﺧﺮﺓﻭﻻﺗﻨﺲﻧﺼﻴﺒﻚﻣﻦﺍﻟﺪﻧﻴﺎﻭﺍﺣﺴﻦﻛﻤﺎ ﺍﺣﺴﻦﷲﺍﻟﻴﻚﻭﻻﺗﺒﻎﺍﻟﻔﺴﺎﺩﰱﺍﻻﺭﺽ  ﺍﻥﷲﻻﻳﺤﺐﺍﻟﻤﻔﺴﺪﻳﻦ  
Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah bagimu untuk negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu di dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain), sebagaimana Allah telah berbuat baik padamu, serta janganlah berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(Al-Qasas: 77).

Membicarakan akhlak dengan tasawuf; bahwa akhlak merupakan tolak tasawuf, sedangkan tasawuf merupakan batas akhir akhlak.[9] Maka pernyataan ini, dapat dipahami bahwa ajaran akhlak merupakan sarana untuk mengamalkan ajaran tasawuf, sedangkan tasawuf adalah tujuan sementara akhlak.
Dan kalau kita memperhatikan lagi istilah At-Takhalli; yang dimaksudkan nya sebagai upaya pembersihan diridari sifat-sifat tercela, istilah At-Takhalli; yaitu upaya pengisisn diri dengan sifat-sifat terpuji, dan At-Tajalli; yaitu penyaksian hati ketika mendapatkan kenyataan Tuhan . dan ketika hamba melakukan At-Takhalli dan At-Takhalli (menyinari hatinya dengan sifat-sifat terpuji), maka ia masih mengamalkan ajaran akhlak. Tetapi ketika hamba melakukan At-Tahalli (dalam arti mengamalkan syariat, tarekat, hakekat, dan ma’rifat), maka ia telah memasuki ajaran tasawuf. Dan bila hamba itu telah sampai pada tahapan ma’rifat, maka ia pasti mencapai tingkatan At-Tajalli, yaitu perolehan pancaran cahaya yang bersumber dari Allah SWT; apakah hamba itu mendapatkan Tajalli dengan perbuatan-Nya (At-Tajalli Bi-Af’aalihi), Tajalli dengan nama-Nya (At-Tajalli Bi-Asmaaihi), Tajalli dengan sifat-Nya (At-Tajalli Bi-Shifaatihi) ataupun ia mendapatkan Tajalli dengan Dzat-Nya (At-Tajalli Bi-Dzaatihi).[10]
Dari uraian tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa hubungan akhlak dengan tasawuf sangat erat, dimana akhlak merupakan pangkal tolak tasawuf, sedangkan tasawuf merupakan tujuan sementara akhlak. Karena tujuan akhirnya adalah kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat (As-Sa’aadah) menurut Ulama Tasawuf Sunniy, atau menjadi manusia ideal (Al-Insaanul Kaamil) menurut Ulama Tasawuf Falsafiy.

C.      Indikator Manusia Berakhlak.
Umat Islam yang dipersiapkan untuk benar-benar menjadi “Ummatan Wasathan”, harus dilengkapi dengan tuntunan yang dapat dijadikan alat komunikasi dengan sesama manusia. Tuntunan itu berupa ajaran akhlak mulia, yang diharapkan untuk mewarnai segala aspek kehidupan manusia. Karena itu, sesungguhnya ilmu komunikasi yang paling hebat adalah ilmu yang didasarkan atas “Al-Akhlaaqul Kariimah”, yang menjadi pegangan bagi umat Islam, dengan anjuran melakukan sifat-sifat yang terpuji.
Adapun indikator atau ciri-ciri manusia yang berakhlak antara lain:
1.      Berbakti kepada kedua orang tua ( ﺑﺮﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻳﻦ ) yaitu membuat kedua orang tua merasa senang dan bahagia atas perbuatan yang kita kerjakan, misalnya:
a.      Mematuhinya, menghormatinya dan sopan santun terhadapnya;
b.      Berlaku jujur dan menaruh percaya terhadapnya, selama perbuatannya tidak bertentangan dengan ajaran Islam;
c.       Mensyukuri seluruh jerih payah orang tuanya, dan selalu membantunya; baik ketika diminta atau tidak;
d.      Mengurusi jenazah orang tuanya bila meninggal, selalu mendoakannya serta melanjutkan cita-cita baiknya.
2.      Menghormati tetangga dan tamu (   ﺍﻛﺮﺍﻡﺍﻟﺨﺎﺭﻭﺍﻟﻀﻴﻒ  ) yaitu bersikap dan berperilaku sopan terhadap tetangga dan tamu, serta tidak menyombongkan diri dan tidak angkuh terhadapnya.
3.      Berusaha menimbulkan rasa kasih sayang dan menarik simpati orang lain (  ﻛﺴﺐﺍﻟﻮﺩﺓﻭﺍﺳﺘﻤﺎﻟﺔﻗﻠﻮﺏﺍﻟﻨﺎﺱ ) yaitu mewujudkan rasa kasih sayang terhadap manusia beserta menggugah hatinya agar tertanam rasa simpati kepada kita, dengan cara berbuat sesuatu yang tidak merasa dirugikannya.
4.      Memberikan sumbangan yang bersifat meringankan beban hidup bagi orang-orang yang berhak menerimanya ( ﺑﺬﻝﺍﻟﺼﺪﻗﺔﻟﻤﻦﻳﺴﺘﺤﻘﻬﺎ ) yaitu suatu upaya yang sangat dianjurkan dalam Islam, agar dapat mengangkat derajat orang-orang yang lemah ekonominya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
5.      Membantu memudahkan urusan sesama manusia, bagi orang yang berkemampuan ( ﺗﻴﺴﻴﺮﺍﻣﺮﻋﺴﻴﺮﻋﻠﻰﺍﺥﻋﻨﺪﺫﺳﻄﺎﻥ ) yaitu mencakup bantuan yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat jasa; baik secara langsung maupun tidak langsung, kesemuanya sangat dibutuhkan untuk menghilangkan kesulitan dalam urusan sesama manusia.[11]

D.     Akhlak dan Aktualisasinya dalam Kehidupan.
1.      Akhlak terhadap Tuhan; yang meliputi antara lain:
a.      Bertaubat (At-Taubah); yaitu suatu sikap yang menyesali perbuatan buruk yang pernah dilakukannya dan berusaha menjauhinya, serta melakukan perbuatan baik.
b.      Bersabar (Ash-Shabru); yaitu suatu sikap yang betah atau dapat menahan diri pada kesulitan yang dihadapinya. Tetapi tidak berarti bahwa sabar itu langsung menyerah tanpa usaha untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Maka sabar yang dimaksudkan nya adalah sikap yang diawali dengan ikhtiar, lalu diakhiri dengan ridha dan ikhlas, bila seseorang dilanda suatu cobaan dari Tuhan.
c.       Bersyukur (Asy-Syukru); yaitu suatu sikap yang selalu ingin memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadanya; baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Lalu disertai dengan peningkatan pendekatan diri kepada Yang memberi nikmat, yaitu Allah SWT.
d.      Bertawakkal (At-Tawakkal): yaitu menyerahkan segala sesuatu urusan kepada Allah setelah berbuat semaksimal mungkin, untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkannya. Oleh karena itu, syarat utama yang harus dipenuhi bila seseorang ingin mendapatkan sesuatu yang diharapkannya, ia lebih dahulu berupaya sekuat tenaga, lalu menyerahkan ketentuannya kepada Allah SWT. Maka dengan cara demikian itu, manusia dapat meraih kesuksesan dalam hidupnya.
e.      Ikhlas (Al-Ikhlaash): yaitu sikap menjauhkan diri dari riya (menunjuk-nunjukkan kepada orang lain) ketika mengerjakan amal baik. Maka amalan seseorang dapat dikatakan jernih, bila dikerjakannya dengan ikhlas.
f.        Raja’ (Ar-Rajaa’); yaitu sikap jiwa yang sedang menunggu (mengharapkan) sesuatu yang disenangi dari Allah SWT, setelah melakukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya sesuatu yang diharapkannya. Oleh karena itu bila tidak mengerjakan penyebabnya, lalu menunggu sesuatu yang diharapkannya, maka hal itu disebut “tamanni” atau khayalan.
g.      Bersikap takut (Al-Khauf); yaitu suatu sikap jiwa yang sedang menuggu sesuatu yang tidak disenangi dari Allah SWT. Maka manusia perlu berupaya agar apa yang ditakuti itu, tidak akan terjadi.

2.      Akhlak terhadap sesama manusia; yang meliputi antara lain:
a.      Belas kasih atau sayang (Asy-Syafaqah); yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berbuat baik dan menyantuni orang lain.
b.      Rasa persaudaraan (Al-Ikhaa’); yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan baik dan bersatu dengan orang lain, karena ada keterikatan batin dengannya.
c.       Memberi nasihat (An-Nashiihah); yaitu suatu upaya untuk memberi petunjuk-petunjuk yang baik kepada orang lain dengan menggunakan perkataan; baik ketika orang dinasihati telah melakukan hal-hal yang buruk, maupun belum. Sebab kalau dinasihati ketika ia telah melakukan perbuatan buruk, berarti diharapkan agar ia berhenti melakukannya. Tetapi kalau dinasihati ketika ia belum melakukan perbuatan itu, berarti diharapkan agar ia tidak akan melakukannya.
d.      Memberi pertolongan (An-Nashru); yaitu suatu upaya untuk membantu orang lain, agar tidak mengalami suatu kesulitan.
e.      Menahan amarah (Kazhmul Ghaizhi); yaitu upaya menahan emosi, agar tidak dikuasai oleh perasaan marah terhadap orang lain.
f.        Sopan santun (Al-Hilmu); yaitu suatu sikap jiwa yang lemah lembut terhadap orang lain, sehingga dalam perkataan dan perbuatannya selalu mengandung adab kesopanan yang mulia.
g.      Suka memaafkan (Al-Afwu’); yaitu sikap dan perilaku seseorang yang suka memaafkan kesalahan orang lain yang pernah diperbuat terhadapnya.

Konsep iman dalam ajaran islam adalah berhubungan dengan akhlak atau budi pekerti yang mulia, baik yang berhubungan dengan Allah, dengan manusia, maupun dengan makhluk lainnya.
Akhlak yang mulia itu amat banyak jumlahnya, namun yang utama dan pokoknya adalah pengendalian hawa nafsu, bersikap benar dan jujur, ikhlas, qanaah, dan malu. Kesemuanya itu saling berkaitan dan berakar pada iman kepada Allah SWT.[12]
Untuk mencapai kebutuhan hidup, manusia mau tidak mau ia harus menjalin hubungan dengan orang lain yaitub melakukan kerjasama, tolong menolong, saling menghormati, dan menasihati. Hal tersebut dilakukan dengan cara-cara yang sudah diatur dalam agama seperti adab kesopanan atau akhlakul karimah, dengan tetangga, guru, orang tua, teman dan sebagainya.[13]
Dengan cara demikian, manusia akan mencapai arti dan hakikat hidupnya berupa kabahagiaan yang hakiki, lahiriah dan batiniah. Dengan itu kemudian manusia dapat dengan tenang melaksanakan tujuan hidupnya yaitu melakukan pengabdian kepada Allah SWT.

 
 
 Kesimpulan
Etika yang berarti adat kebiasaan sama dengan akhlak dalam arti bahasa. Artinya etika adalah sebuah pranata perilaku seseorang atau sekelompok orang, yang tersusun daripada suatu sistem nilai atau norma yang diambil daripada gejala-gejala alamiah masyarakat kelompok tersebut.nMoral (Mos) yang jama’nya Mores adalah kata Latin; yang berarti adat atau cara hidup. Akhlak secara bahasa berasal dari kata khalaqa yang kata asalnya khuluqun yang berarti: perangai, tabiat, adat atau khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu berarti perangai, tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat.
Membicarakan akhlak dengan tasawuf; bahwa akhlak merupakan tolak tasawuf, sedangkan tasawuf merupakan batas akhir akhlak. Maka pernyataan ini, dapat dipahami bahwa ajaran akhlak merupakan sarana untuk mengamalkan ajaran tasawuf, sedangkan tasawuf adalah tujuan sementara akhlak.
Adapun indikator atau ciri-ciri manusia yang berakhlak antara lain: Berbakti kepada kedua orang tua; Menghormati tetangga dan tamu; Berusaha menimbulkan rasa kasih sayang dan menarik simpati orang lain; Memberikan sumbangan yang bersifat meringankan beban hidup bagi orang-orang yang berhak menerimanya; Membantu memudahkan urusan sesama manusia, bagi orang yang berkemampuan.
Hubungan dengan sesama manusia dapat mengambil bentuk hubungan dalam keluarga, bertetangga, dan berbangsa. Masing-masing hubungan tersebut memiliki prinsip-prinsip yang apabila dipatuhi akan dapat menciptakan suasana yang harmonis kepada setiap manusia yang terlibat dalam hubungan tersebut. Hubungan keluarga adalah saling mencintai, sayang menyayangi, bantu membantu, harga menghargai, dan saling menutupi kekurangan masing-masing. Dalam hidup berbangsa yang merupakan kumpulan dari masyarakat adanya ras cinta tanah air, tanpa mengutamakan kepantingan pribadi di atas kepentingan bersama.


DAFTAR PUSTAKA


A.H. Dabana, Esensi Hidup Dustur Ilahi Dalam Fisika, Metafisika, dan Al-Qur’an, Penerbit CV. “MS” Banjarmasin, 2002.
Ali Hasan, Drs. H. & Abuddin Nata, Drs. H., Materi Pokok Agama Islam, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, dan Universitas Terbuka, 1998.
Mahmud Sujuthi, Drs. H., Membentuk Manusia Seutuhnya Melalui Iman-Islam-Ihsan, Penerbit CV. Al-Ihsan, Surabaya, 1995.
Mahyuddin, Drs., Kuliah Akhlak Tasawuf, Penerbit Kalam Mulia, Jakarta, 1999.
Nasruddin Razak, Drs., Dienul Islam, Penerbit PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1971.
Zakiah Darajat, Prof. DR., et all., Dasar-dasar Agama Islam Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum, Penerbit PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1987.



[1] Mahyuddin, Drs;  Kuliah Akhlak Tasawuf, Kalam Mulia, Jakarta, 1999, hal: 7.
[2] Zakiah Darajat, Prof. DR, et all; Dasar-dasar Agama Islam, PT Bulan Bintang, Jakarta, 1987, hal: 257.
[3] Mahyuddin, Drs; Op Cit, hal: 7.
[4] Ibid, hal: 1.
[5] Ibid, hal: 2.
[6] Zakiah Darajat, Prof. DR; Op cit, hal: 253.
[7] Mahyuddin, Drs; Op cit, hal: 151.
[8] Ibid, hal: 152.
[9] Ibid, hal: 156.
[10] Ibid, hal: 156.
[11] Ibid, hal: 141.
[12] M. Ali Hasan, Drs. H. & Abuddin Nata, Drs. H., Modul Agama Islam, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka, Ditjen Binbaga Islam, Jakarta, 1998, hal: 96.
[13] Ibid, hal: 125.




BELAJAR TUNTAS



BELAJAR TUNTAS


Belajar tuntas (mastery learning) adalah filosofi pembelajaran yang berdasar pada anggapan bahwa semua siswa dapat belajar bila diberi waktu yang cukup dan kesempatan belajar yang memadai. Selain itu, dipercayai bahwa siswa dapat mencapai penguasaan akan suatu materi bila standar kurikulum dirumuskan dan dinyatakan dengan jelas, penilaian mengukur dengan tepat kemajuan siswa dalam suatu materi, dan pembelajaran berlangsung sesuai dengan kurikulum. Dalam metoda belajar tuntas, siswa tidak berpindah ke tujuan belajar selanjutnya bila ia belum menunjukkan kecakapan dalam materi sebelumnya.

Belajar tuntas berdasar pada beberapa premis, diantaranya:
  • 1. Semua individu dapat belajar
  • 2. Orang belajar dengan cara dan kecepatan yang berbeda
  • 3. Dalam kondisi belajar yang memadai, dampak dari perbedaan individu hampir tidak ada
  • 4. Kesalahan belajar yang tidak dikoreksi menjadi sumber utama kesulitan belajar.
Kurikulum belajar tuntas biasanya terdiri dari beberapa topik berbeda yang mulai dipelajari oleh para siswa secara bersamaan. Siswa yang tidak menyelesaikan suatu topik dengan memuaskan diberi pembelajaran tambahan sampai mereka berhasil. Siswa yang menguasai topik tersebut lebih cepat akan dilibatkan dalam kegiatan pengayaan sampai semua siswa dalam kelas tersebut bisa melanjutkan ke topik lainnya secara bersama-sama. Dalam lingkungan belajar tuntas, guru melakukan berbagai teknik pembelajaran, dengan pemberian umpan balik yang banyak dan spesifik menggunakan tes diagnostik, tes formatif, dan pengoreksian kesalahan selama belajar. Tes yang digunakan di dalam metoda ini adalah tes berdasarkan acuan kriteria dan bukan atas acuan norma.
Belajar tuntas tidak berhubungan dengan isi topik, melainkan hanya dengan proses penguasaannya. Metoda ini berdasar pada model yang dibuat oleh Benjamin S. Bloom, dengan penyempurnaan oleh James H. Block. Belajar tuntas dapat dilakukan melalui pembelajaran kelas oleh guru, tutorial satu per satu, atau belajar mandiri dengan menggunakan materi terprogram. Dapat dilakukan menggunakan pembelajaran guru secara langsung, kerjasama dengan teman sekelas, atau belajar sendiri. Di dalamnya diperlukan tujuan pembelajaran yang terumuskan dengan baik dan disusun menjadi unit-unit kecil secara berurutan.
Dua permasalahan yang sering muncul dalam pelaksanaan belajar tuntas:
  • Pertama, pengelompokan dan pengaturan jadwal bisa memunculkan kesukaran. Guru sering merasa lebih mudah meminta siswa untuk belajar dalam kecepatan tetap dan menyelesaikan tugas dalam waktu tertentu dibandingkan bila ada variasi yang besar dalam kegiatan di suatu kelas.
  • Kedua, karena siswa yang lambat memerlukan waktu yang lebih banyak dalam standar minimum, siswa yang cepat akan terpaksa menunggu untuk maju ke tingkat yang lebih tinggi.
Permasalahan-permasalahan tersebut bukannya tidak bisa diatasi karena bisa diatur pemberian perhatian yang bersifat perorangan, menetapkan standar yang tinggi tapi bisa dicapai, dan menyediakan materi tambahan bagi siswa yang belajar dengan cepat.

Prinsip belajar tuntas untuk pencapaian kompetensi sangat efektif untuk meningkatkan kinerja akademik
                                                                                                   (John B. Carrol James Block and Benjamin Bloom)

Jika peserta didik dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk beberapa mata pelajaran dan
diajarkan sesuai dengan karakteristik mereka, maka sebagian besar dari mereka akan mencapai ketuntasan”.
                                                                                                                          (John B. Carrol, A Model of School Learning)

Guru harus mempertimbangkan antara waktu yang diperlukan (berdasarkan karakteristik peserta didik) dan
waktu yang tersedia (di bawah kontrol guru)
                                                                                                                                                                      (John B. Carrol)

Peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal mereka terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan metode dan materi yang berurutan, mulai dari tingkat kompetensi awal mereka.

Perhatian harus difokuskan pada pengajaran unit-unit terkecil, dan tes menggunakan acuan kriteria guna menentukan apakah peserta didik telah memiliki keterampilan yang dipersyaratkan pada setiap tingkatan keberhasilan belajarnya.
 Tidak ada ukuran penentu 80%, yang penting bukan nilai pasti skor kelulusan, melainkan level minimal yang harus dimiliki dan diperlukan oleh peserta didik.
Oleh Nitko, (1996 – P. 291), untuk beralih pada modul atau topik yang baru, peserta didik harus mencapai skor 80-90%  dan Dalam aplikasinya seorang guru dapat menentukan skor/batas lulus untuk setiap target belajar. Biasanya patokan yang digunakan 80 % atau yang mendekati

NILAI KETUNTASAN
Nilai Ketuntasan Ideal adalah  100 (seratus). Guru dan sekolah dapat menetapkan nilai Ketuntasan Minimum secara bertahap dan terencana agar memperoleh nilai ideal. Nilai ketuntasan minimum per-mata pelajaran ditetapkan berdasarkan tingkat kesulitan dan kedalaman kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik (setiap mata pelajaran dapat berbeda batas min. nilai ketuntasannya). Akan tetapi, idealnya penentuan ketuntasan diberikan untuk setiap indikator. Apabila peserta didik belum tuntas, peserta didik harus mengikuti program remedial.

Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam KTSP dimaksudkanadalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswamenguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensidasar matapelajaran tertentu.
Dalam model yang paling sederhana, Carroll mengemukakan bahwajika setiap siswa diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untukmencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yangdiperlukan, maka besar kemungkinan siswa akan mencapai tingkatpenguasaan kompetensi. Tetapi jika siswa tidak diberi cukup waktu atau diatidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkatpenguasaan kompetensi siswa tersebut oleh Block (1971) dapat dinyatakansebagai berikut :

DEGREE OF LEARNING = f (time actually spent/time needed)

Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk belajar dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.
Dalam pembelajaran konvensional, di mana bakat(aptitude) siswatersebar secara normal, dan kepada mereka diberikan pembelajaran yangsama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar,maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Dalam halini dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaanadalah tinggi.  Sebaliknya apabila siswa-siswa sehubungan dengan bakatnyatersebar secara normal, dan kepada mereka diberi kesempatan belajar yangsama untuk setiap siswa, tetapi diberikan perlakuan yang berbeda dalamkualitas pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa siswa yangdapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal inihubungan antara bakat dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.
Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dariproses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas tidak lain adalahuntuk mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar denganmemberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, sertaperhatian khusus bagi siswa-siswa yang lambat agar menguasai standarkompetensi atau kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, maka dapatdikemukakan prinsip-prinsip utama pembelalaran tuntas adalah :
1.  Kompetensi yang harus dicapai siswa dirumuskan dengan urutan yang hierarkhis,
2.  Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus diberikan feedback,
3.  Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan di mana diperlukan,
4.  Pemberian program pengayaan bagi siswa yang mencapai ketuntasan belajar lebih awal. (Gentile & Lalley: 2003)

Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran tuntas yang dimaksudkan dalam pelaksanaan KBK adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan siswa dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatanindividual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompoksiswa (kelas), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaanperorangan siswa sedemikiah rupa,sehingga dengan penerapanpembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masingsiswa secara optimal. Dasar pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatanindividual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing siswa.
Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaanindividu, maka pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yangberasaskan maju berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu pendekatansistem, yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam teknologipembelajaran, harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satucaranya adalah, standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakansecara jelas, dan pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units), di mana siswa belajar selangkah demi selangkah dan baru boleh beranjak mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah menguasaisuatu/sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu.Dalam pola ini ditentukan bahwa seorang siswa yang mempelajari unit satuanpembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaranberikutnya jika siswa yang bersangkutan misalnya telah menguasai sekurang-kurangnya 80 % dari kompetensi dasar yangditetapkan.
Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikansebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan,sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurangmemperhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas). Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwaperbedaan antara pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensionaladalah bahwa pembelajaran tuntas dilakukan melalui azas-azas ketuntasanbelajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya tidak/kurangmemperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan siswa secaraindividual. 
PENUTUP
Secara alami manusia memang diciptakan dalam keberagaman(variabilitas). Masing-masing siswa memiliki keterbatasan-keterbatasansehubungan dengan kemampuan yang dimiliki, termasuk kemampuan akademikmaupun minatnya. Guru hendaknya memahami bahwa perbedaan dalamkemampuan tersebut memerlukan bentuk-bentuk perlakuan yanag berbedadalam belajar, di samping perlakuan-perlakuan yang kolektif sifatnya. Jika gurumenginginkan pembelajarannya berhasil membawa siswa-siswanya menujuketuntasan pencapaian kompetensi secara optimal, maka kiranya upaya-upayamemfasilitasi siswa dengan aneka ragam cara baik remedi, pengayaan maupunpercepatan mutlak harus dilakukan.
Memang berat rasanya tugas guru untuk dapat melaksanakanpembelajaran tuntas ini dengan sempurna. Namun dengan menyadari bahwatugas seorang guru adalah tugas nan mulia, Insya Allah semua dapatdilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Awal dari sebuah pembaharuan memangterasa sulit, namun harus dimulai. Dan pada saatnya jika tugas yang dirasa beratitu sudah biasa dilakukan, tentu akan terasa ringan.


Tes Bakat & Prestasi Belajar

Dalam bidang pendidikan, prestasi belajar (akademik) merupakan hasil dari berbagai faktor, antara lain kemampuan belajar (general learning) dan bakat yang dimiliki. Kegagalan dalam prestasi akademik bisa disebabkan oleh kemampuan belajarnya yang tidak mendukung atau bakatnya yang kurang menunjang. Kegagalan juga bisa disebabkan oleh kurangnya fasilitas belajar yang dibutuhkan siswa untuk mengaktualisasikan kemampuannya dan bakat khusus yang sebenarnya dimilikinya.
Konsep ’bakat’ muncul dari ketidakpuasan terhadap tes inteligensi yang menghasilkan skor tunggal yaitu IQ (Intelligence Quotient). Semula IQ inilah yang digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan di berbagai bidang. Namun IQ tidak dapat memberikan banyak informasi jika ada dua orang yang mempunyai skor IQ yang sama tetapi menghasilkan prestasi yang berbeda. Namun tes bakat mampu menjelaskannya. Hal itu bisa saja terjadi karena orang yang satu mempunyai skor yang tinggi pada tugas-tugas yang menuntut kemampuan verbal, sedangkan orang lainnya mempunyai skor rendah pada tugas-tugas verbal tetapi mempunyai skor yang tinggi pada tugas-tugas yang menuntut kemampuan berhitung, atau yang lainnya. Definisi bakat tidak jauh berbeda dengan inteligensi yaitu rangkaian karakteristik yang dipandang sebagai gejala kemampuan seseorang untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan dimatangkan melalui latihan-latihan. Dengan demikian bakat yang dibawa sejak lahir hanya akan berkembang jika lingkungan memberi kesempatan dengan latihan-latihan.
Tes bakat dilakukan untuk mengetahui sejauhmana kesanggupan siswa dalam proses belajar pada jenjang berikutnya dan kecenderungan bakat dalam bidang-bidang tertentu. Tes ini berupa battery (serangkaian) tes yang telah distandardisasikan sehingga dapat mengukur bakat seseorang, yaitu mengetahui aspek-aspek kemampuan, kekuatan dan kelemahannya antara aspek yang satu dibandingkan aspek lainnya. Beberapa aspek yang diungkap antara lain kemampuan verbal, kemampuan penalaran abstrak, kemampuan numerik, kemampuan berfikir (menalar) secara mekanik, kemampuan bekerja secara cepat & teliti, kemampuan spasial (membayangkan ruang) dan kemampuan menggunakan bahasa.  Semakin tinggi hasil tes bakat seseorang, makin tinggi pula kemungkinan yang ia miliki untuk dapat mengikuti materi belajar pada jenjang yang lebih tinggi, dan mencapai prestasi belajar yang baik. Namun ada kalanya  seseorang memiliki skor tes bakat tinggi tetapi prestasinya rendah (underachievement), artinya seseorang tidak dapat mencapai prestasi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Hal tersebut banyak dijumpai pada siswa yang mempunyai motivasi rendah atau lemah dalam mencapai sesuatu yang diinginkannya. Sebaliknya, dapat terjadi prestasi lebih (overachievement) meskipun hasil tes bakatnya rendah, artinya seseorang dengan kemampuan terbatas dapat mencapai prestasi yang cukup baik. Hal ini karena usahanya yang sungguh-sungguh dalam mencapai sesuatu yang diinginkannya, disamping pengaruh faktor-faktor lainnya.
Pada dasarnya prestasi belajar seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor potensi dasar saja, tetapi juga oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor tersebut adalah 1) faktor pribadi, yaitu faktor yang muncul dari dalam diri orang itu sendiri, antara lain motivasi, kebiasaan belajar, cara-cara belajar, masalah kesehatan, faktor-faktor kejiwaan lainnya yang dapat menyebabkan tidak bisa berkembangnya secara wajar potensi seseorang, 2) faktor lingkungan, yaitu faktor yang muncul dari luar diri seseorang, antara lain yang terjadi di a) lingkungan keluarga yaitu keharmonisan hubungan antara orang tua & anak, harapan yang berlebihan dari orangtua pada anak yang akan mempengaruhi konsentrasi belajar & prestasinya; b) lingkungan sosial atau masyarakat, yaitu pola hidup yang semakin modern dan perubahan-perubahan kehidupan yang semakin cepat, yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan kejiwaan seseorang, dan hal tersebut dapat merupakan batu sandungan dalam proses belajar mengajar; c) lingkungan sekolah, meliputi sarana pendidikan dan fasilitas-fasilitasnya, cara mengajar, hubungan yang terjadi antar siswa, antara siswa dan pengajar, hubungan antar pengajar & lainnya yang akan mempengaruhi motivasi belajar dan secara tidak langsung mempengaruhi pula proses belajar di sekolah. Dengan memahami hal-hal di atas yang mungkin berpengaruh dalam proses pencapaian prestasi belajar, maka akan lebih mudah memahami apabila ada siswa yang mengalami kegagalan atau kesulitan dalam berprestasi. Dengan demikian akan lebih mudah untuk mencari solusinya. (Wien SR).

TES PRESTASI

Dalam bidang psikologi tes dikategorikan kedalam tes non kognitif & tes kognitif.

Tes non kognitif, disebut juga tes performansi tipikal, adalah seperangkat tes yang apabila tes tersebut dikenakan kepada testee (orang yang dikenai tes)maka testee akan memberikan respon yang sesuai dengan tipikal kepribadiannya. Setiap jawaban yang diberikan oleh testee pada tes non kognitif tidak pernah dinilai benar atau salah, setiap jawaban yang sesuai dengan perasaan testee itu dianggap jawaban yang paling baik. Termasuk dalam kategori tes Non Kognitif adalah 1. Tes-tes kepribadian seperti: tes 16 PF, tes EPPS, tes CAQ, tes MMPI, tes NSQ, tes TAT, tes CAT, tes Rho. 2. Tes Minat seperti: RMIB, Kuder. 3. Tes sikap seperti: Tes Kraepelin.

Tes kognitif atau disebut tes performansi maksimal, adalah seperangkat tes yang apabila dikenakan pada testee, maka testee akan merespon dengan kemampuan maksimal yang dimilikinya untuk merespon tes tersebut. Jawaban testee pada tes ini akan dinilai benar dan salah, dan dalam pengerjaannya selalu dibatasi oleh waktu, berbeda dengan tes Non kognitif yang tidak pernah ada batasan waktu. Termasuk dalam kategori tes kognitif ini adalah: 1. Tes IQ yang mengukur kemampuan umum atau faktor G (kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang), contoh tes yang masuk dalam kategori tes IQ adalah: tes CFIT, tes WAIS, tes WISC, tes BINET, tes IST,tes CPM, tes TINTUM, tes TIKI, 2. Tes Bakat atau tes yang mengukur kemampuan spesifik, atau bakat, atau faktor s, contoh tes yang masuk dalam kategori ini adalah: tes DAT, FACT, 3. Tes prestasi.

Tes prestasi belajar atau biasa dikenal dengan achievement test, merupakan bagian dari tes kognitif. Perbedaan yang paling esensial antara tes kognitif yang lain denga tes prestasi adalah terletak pada materi tes. Pada tes prestasi, testee yang hendak dikenai sebuah pengetesan telah memiliki gambaran tentang soal-soal yang akan diberikan dan bagaimana dia akan memberikan jawaban, sementara pada tes IQ dan tes bakat tidak demikian.

Mengenai prosedur perakitan soal tes, tidak terdapat perbedaan yang cukup berarti, jika terlebih dahulu dilakukan uji psikometri pada soal-soal tes prestasi sebelum digunakan. Uji psikometri bertujuan untuk menganalisis taraf kesukaran soal (apakah soal terlalu sulit, terlalu mudah atau cukup) dan daya pembeda soal (apakah soal dapat membedakan antara siswa dengan kemampuan rendah dengan siswa yang berkemampuan tinggi).

Prosedur konstruksi tes prestasi adalah sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi tujuan dan kawasan ukur.
2. Menentukan batas perilaku dan kompetensi.
3. Menentukan kompnen isi atau indikator.
4. Membuat blue print
5. Menulis aitem.
6. Mentelaah aitem apakah sudah sesuai dengan tujuan & kawasan ukur atau belum.
7. Uji coba
8. Analisis item.
9. Perakitan tes & penyususnan instruksi (diambil dari item yang falid).
10. Melakukan uji reliabilitas.
11. Bentuk final (tes siap pakai).


PENGERTIAN SIKAP DAN PERILAKU

Ada beberapa pengertian tentang sikap (attitude) dan perilaku (behavior) menurut beberapa sumber diantaranya :

Carl Jung (www. wikipedia.org) seorang ahli yang membahas tentang sikap. Ia mendefinisikan tentang sikap sebagai "kesiapan dari psike untuk bertindak atau bereaksi dengan cara tertentu". Sikap sering muncul dalam bentuk pasangan, satu disadari sedang yang lainnya tidak disadari.

Webster's Ninth New Collegiate Dictionary
Attitude :
1. The arrangement of the parts of a body or figure: POSTURE (Susunan bagian-bagian
tubuh atau gambar: POSTUR)
2. a. A Mental position with regard to a fact or state (Posisi mental yang
berkaitan dengan fakta atau keadaan)
b. A Feeling or emotion toward a fact or state ( Perasaan atau emosi terhadap
sebuah fakta atau keadaan)
3. A Position assumed for a specific purpose. (Posisi diasumsikan untuk tujuan
tertentu )
4. A ballet position similar to the arabesque in which the raised leg is bent at the
knee (Posisi balet mirip dengan endy (arab, fantatis) di mana kaki yang terangkat
adalah menekuk lutut)
5. The position of an aircraft or spacecraft determined by the relationship between
its axes and a reference datum (as the horizon or a particular star) (Posisi
pesawat terbang atau pesawat ruang angkasa ditentukan oleh hubungan antara sumbu
dan dukungan fakta (sebagai cakrawala atau bintang tertentu))
6. An organismic state of readiness to respond in a characteristic way to a stimulus
(as an object, concept, or situation) (Kesiapan sebuah keadaan rauntuk merespons
dengan cara yang khas untuk suatu rangsangan (sebagai objek, konsep, atau
situasi))
Behavior :
1. The manner of conducting oneself (Dengan cara melakukan diri)
2. a. Anything that an organism does involving action and response to stimulation
(Apapun yang melibatkan suatu organisme melakukan tindakan dan respon
terhadap rangsangan)
b. The response of an individual, group, or species to its environment (Tanggapan
dari seorang individu, kelompok, atau spesies dengan lingkungannya)
3. The way in which something (as a machine) behaves (Cara di mana sesuatu (sebagai
mesin) berperilaku)

Sumber di www. wikipedia.org menjelaskan sikap adalah perasaan seseorang tentang obyek, aktivitas, peristiwa dan orang lain. Perasaan ini menjadi konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral) seseorang pada sesuatu.
Seseorang pun dapat menjadi ambivalen terhadap suatu target, yang berarti ia terus mengalami bias positif dan negatif terhadap sikap tertentu.
Sikap muncul dari berbagai bentuk penilaian. Sikap dikembangkan dalam tiga model, yaitu afeksi, kecenderungan perilaku, dan kognisi. Respon afektif adalah respon fisiologis yang mengekspresikan kesukaan individu pada sesuatu. Kecenderungan perilaku adalah indikasi verbal dari maksud seorang individu. Respon kognitif adalah pengevaluasian secara kognitif terhadap suatu objek sikap. Kebanyakan sikap individu adalah hasil belajar sosial dari lingkungannya.

Bisa terdapat kaitan antara sikap dan perilaku seseorang walaupun tergantung pada faktor lain, yang kadang bersifat irasional. Sebagai contoh, seseorang yang menganggap penting transfusi darah belum tentu mendonorkan darahnya. Hal ini masuk akal bila orang tersebut takut melihat darah, yang akan menjelaskan irasionalitas tadi.
Sikap dapat mengalami perubahan sebagai akibat dari pengalaman. Tesser (1993) berargumen bahwa faktor bawaan dapat mempengaruhi sikap tapi secara tidak langsung. Sebagai contoh, bila seseorang terlahir dengan kecenderungan menjadi ekstrovert, maka sikapnya terhadap suatu jenis musik akan terpengaruhi. Sikap seseorang juga dapat berubah akibat bujukan. Hal ini bisa terlihat saat iklan atau kampanye mempengaruhi seseorang.

Lou Holtz berpendapat Ability is what you're capable of doing. Motivation determines what you do. Attitude determines how well you do it." (Kemampuan adalah apa yang Anda mampu lakukan. Motivasi menentukan apa yang Anda lakukan. Sikap menentukan seberapa baik Anda melakukannya.)

Funmi Wale-Adegbite berpendapat “Success is 80% attitude and 20% aptitude." (Sukses adalah 80% sikap dan 20% bakat)

Harry F. Banks pendapat "For success, attitude is equally as important as ability." (Untuk sukses, sikap adalah sama sama pentingnya dengan kemampuan)

Lupa berpendapat “ Attitude determines your Latitude “Sikap menentukan kebebasan Anda

Diktat pada mata kuliah Psikologi Umum Jurusan Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak tampak, dari yang paling dirasakan sampai yang paling tidak dirasakan

William Wiguna : www.careplusindonesia.com berpendapat bahwa attitude is everything (Sikap adalah Segalanya), attitude is a little thing, but can make big differences. (Sikap adalah suatu hal kecil, tetapi dapat menciptakan perbedaan yang besar). Sikap berperan sangat penting terhadap kesuksesan atau kebahagiaan seseorang. Sejumlah ilmuwan dari universitas terkemuka di dunia mengungkapkan bahwa manusia dapat menggali potensinya secara lebih mendalam dan luas dengan sikap yang positif. Berdasarkan hasil penelitian terhadap ribuan orang-orang yang sukses dan terpelajar, berhasil disimpulkan bahwa 85% kesuksesan dari tiap-tiap individu dipengaruhi oleh sikap. Sedangkan kemampuan atau technical expertise hanya berperan pada 15% sisanya.


Sri Utami Rahayuningsih (2008) Psikologi Umum 2 – Bab 1: Sikap (Attitude) adalah
1. Berorientasi kepada respon : : sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu
perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung
(Unfavourable) pada suatu objek
2. Berorientasi kepada kesiapan respon : sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu
stimulus yang menghendaki adanya respon. : suatu pola perilaku, tendenasi atau
kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah
terkondisikan.
3. Berorientasi kepada skema triadic : sikap merupakan konstelasi komponen-komponen
kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami,
merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.

Sumber: Kamus Inggris Indonesia (John M. Echols dan Hassan Shadily,Jakarta: Gramedia, 1996)
Attitude :
1. sikap
2. pendirian
3. letak
Behavior :
1. kelakuan
2. tindak-tanduk
3. jalan

Sumber: Kamus Umum Bahasa Indonesia (Prof.Dr. J.S. Badudu – Prof. Sutan Mohammad Zain, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994) :
Sikap :
1. tokoh, bentuk tubuh
2. cara berdiri atau duduk
3. pendirian
Tindak –tanduk : bermacam-macam perbuatan
Kamus Komputer dan Teknologi Informasi (www.total.or.id) , tingkah laku arti istilah Behavior dianggap berkaitan erat dengan pengertian berikut Sifat, kelakuan, tindak tanduk

Crider AB, Goethals GR, Kavanaugh RD, Solomon PR: Psychology. Scott, Foresman and Co., Glenview, 1983, dari ilmu Psikologi dapat didefinisikan sebagai studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental. Perilaku adalah aktivitas yang dapat diobservasi, direkam, dan diukur; termasuk perubahan jasmaniah (fisiologik). Proses mental termasuk pikiran, memori, emosi, motivasi, mimpi, persepsi, dan kepercayaan (beliefs).

www. wikipedia.org, Tingkah Laku dapat dijelaskan dengan cara yang berbeda-beda, dalam psikologi sedikitnya ada 5 cara pendekatan, yaitu

1. Pendekatan neurobiologis
Tingkah laku manusia pada dasarnya dikendalikan oleh aktivitas otak dan sistem syaraf. Pendekatan neurobiologis berupaya mengaitkan perilaku yang terlihat dengan impuls listrik dan kimia yang terjadi didalam tubuh serta menentukan proses neurobiologi yang mendasari perilaku dan proses mental.

2. Pendekatan perilaku
Menurut pendekatan perilaku, pada dasarnya tingkah laku adalah respon atas stimulus yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S - R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh J.B. Watson kemudian dikembangkan oleh banyak ahli, seperti B.F.Skinner, dan melahirkan banyak sub-aliran.

3. Pendekatan kognitif
Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang datang.

4. Pendekatan psikoanalisa
Pendekatan psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.

5. Pendekatan fenomenologi
Pendekatan fenomenologi ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.